![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3AU6D1Q5Tv_RvF9rdILjGD3UE-tuDA-ZcvNZFCgCNwqvWJfbnZY1nXqSKaFRX9iqLXyJSPUQ2WGvf-nW4ZPVC6BrCzCybqwxUcWfCzMNhvyBh8m1loOupLijOrI73gXYpYlcdurVbTsuf/s320/Pribadi+yang+sehat+&+menyenangkan.jpg)
SAMA-sama di PHK, si A terus meratapi nasib, si B
malah jadi petani sukses. Sama-sama miskin, si A menjadi minder, si B
aktif bermasyarakat. Sama-sama disakiti, si A tak mau berteman lagi, si B
malah jadi banyak teman.
Setiap
hari orang berhadapan dengan aneka masalah baik masalah ekonomi
(kenaikan harga – harga, bbm, dll), keluarga (pertengkaran atau
perselisihan), sekolah (gagal ujian, dimarahi guru, dll), ataupun
masalah pekerjaan (tugas belum tuntas, gagal bekerja, dll).
Banyak
juga yang menghadapi masalah berat yang menimbulkan perubahan dalam
hidup, sebut saja penyakit yang parah (stroke, kanker, dll), bangkrut,
atau kematian orang yang dicintai.
Masalah
dapat sama tetapi sikap dan tanggapan orang terhadap masalah dapat
berbeda...akibatnya pengaruhnya pada diri orang juga berbeda. Ada yang
menyenangkan (membawa manfaat positif untuk pengembangan pribadi maupun
orang lain) dan ada yang tidak menyenangkan (merugikan diri dan orang
lain)
Sikap Positif
Seorang psikolog bernama Kobassa menemukan 3 sikap positif yang sangat mendukung kesehatan pribadi, yaitu :
1. Kontrol,
yaitu orang yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menjadi penentu
nasibnya sendiri. Cara pandang ini menyehatkan karena orang tidak mudah
menyalahkan orang lain, situasi atau Tuhan untuk kegagalan atau
masalah-masalah yang dialami.
Untuk
setiap peristiwa baik itu yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan
orang dengan keyakinan kontrol yang tinggi ini cenderung akan melakukan
refleksi atau introspeksi diri. Dengan refleksi, orang dapat belajar
dari pengalaman-pengalaman hidupnya sehingga pengertiannya akan terus
bertambah untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan.
2. Komitmen,
yaitu perasaan bertujuan dan keterlibatan dengan kegiatan-kegiatan,
maupun hubungan-hubungan dengan orang-orang lain. Dengan komitmen ini,
orang-orang tidak cepat menyerah dengan banyaknya tekanan hidup, karena
ia dapat meminta bantuan pada orang-orang lain di saat mengalami banyak
tekanan.
Orang
dengan komitmen yang rendah seringkali memandang keterlibatan dalam
kegiatan dan hubungan dengan orang lain hanya akan menjeratnya pada
kewajiban-kewajiban yang melelahkan. Akibatnya, ia tidak memiliki
sumber-sumber bantuan sosial yang dapat membantunya bertahan ketika
menghadapi tekanan hidup.
3. Tantangan,
yaitu : Cara memandang kesulitan sebagai sesuatu yang dapat
mengembangkan diri bukan mengancam rasa aman diri. Orang demikian adalah
orang yang mau mengerahkan segenap sumber dayanya untuk menghadapi
persoalan bukan menghindarinya, karena ia tahu manfaatnya untuk
pengembangan kemampuan atau ketrampilan diri.
Sebaliknya
orang yang memandang persoalan hidup sebagai sesuatu yang mengancam
rasa amannya, cenderung akan menghindarinya sehingga ia kehilangan
kesempatan untuk lebih meningkatkan diri. Kalaupun orang ini terpaksa
menghadapinya biasanya ia akan menghadapi dengan bersungut-sungut
akibatnya malah tambah tertekan dan dapat memunculkan
persoalan-persoalan baru dalam relasinya dengan orang lain.
Psikolog
lain Victor Frankl menemukan bahwa ternyata sikap penerimaan dan syukur
membuat orang lebih mampu menghadapi penderitaan. Penerimaan berarti
menerima penderitaan atau kesusahan sebagai suatu lakon kehidupan orang.
Hidup
memiliki dua sisi, ada susah ada senang, ada baik dan ada buruk.
Bersikap jantan dan adil dalam menghadapi hidup menjadi senjata dan
kekuatan agar dapat berbesar hati menerima kesusahan. Dalam kepedihan
hati, mencari hal – hal baik yang masih dapat disyukuri juga akan
membantu proses penerimaan terhadap penderitaan atau kesusahan. Tetapi
perlu diingat, menerima tidak berarti menyerah secara pasif, menerima
mengarah pada sikap hati untuk berserah diri.
Jadi,
pribadi sehat bukanlah pribadi yang bebas dari masalah, pribadi sehat
tidak juga berarti senang terus-menerus. Pribadi yang sehat adalah
pribadi yang mampu menghadapi setiap persoalan hidup dengan “tersenyum”
karena ia memiliki sikap positif terhadap setiap persoalan untuk
pengembangan pribadi, membuatnya lebih mau terbuka pada setiap
pengalaman manis ataupun getir, menerima dan mensyukurinya.
Pribadi
sehat adalah pribadi yang menyenangkan. Sikap tidak mudah menyalahkan
orang lain, kemauan untuk berkomitmen, penerimaan dan rasa syukur
membuat pribadi sehat lebih mampu menghargai orang lain dan
menjadikannya pribadi yang menyenangkan.
Lalu
menjadi pribadi yang menyenangkan, perlukah? Tentu saja perlu! Karena
orang butuh kehadiran orang lain. Orang tak dapat hidup sendiri dan
melakukan segalanya sendiri.
Ketika
seseorang menjadi pribadi yang menyenangkan, ia tidak hanya
membahagiakan orang lain, tetapi ia juga membahagiakan dirinya sendiri.
Hubungan yang baik dan menyenangkan tentu juga akan mengarah pada
kesuksesan dalam hidup (dalam sekolah, pekerjaan, pernikahan, keluarga,
ataupun dalam masyarakat).
Mari
belajar menjadi pribadi yang sehat. Ketika masalah datang, kita boleh
bersedih dan merasa kecewa, tetapi kita juga harus memutuskan apakah
akan menyerah dan hidup dalam penderitaan selamanya? Atau belajar
menerima, memutuskan untuk bangkit dan mengubah hidup menjadi lebih
baik? Kita sendiri yang memutuskan... !
Para Penulis: Tim Siaran Radio, Program Psikososial DRR Merapi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta